ERASUMBU.COM, KOTA SEMARANG – Sektor pertanian Jawa Barat, meskipun berkontribusi besar terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) yang mencapai lebih dari Rp600 triliun, kini menghadapi tantangan serius yang mengancam kesejahteraan petani dan buruh tani di wilayah tersebut.
Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat, Herman Suryatman, dalam Rapat Koordinasi Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) se-Pulau Jawa yang digelar di Hotel Tentrem, Kota Semarang, Rabu (14/8/2024).
Herman menyatakan bahwa meskipun pertanian menyumbang hampir 9 persen dari PDRB Jawa Barat, kesenjangan ekonomi di sektor ini masih menjadi masalah krusial. Ia mengungkapkan, indeks gini ratio Jawa Barat mencapai 0,425, yang merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia.
“Indeks gini yang tinggi ini mencerminkan kesenjangan ekonomi yang signifikan antara kelompok masyarakat yang mampu dan yang kurang mampu, termasuk di dalamnya para petani dan buruh tani,” ujar Herman.
Lebih mengkhawatirkan lagi, Herman mengungkapkan fakta bahwa petani di Jawa Barat kini semakin terjerat pinjaman online (pinjol) dengan bunga tinggi. Statistik menunjukkan bahwa jumlah outstanding loan pinjol di Jawa Barat telah mencapai hampir Rp16,5 triliun.
“Banyak petani yang bergantung pada pinjol dan bank emok untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama sebelum masa panen. Ini adalah situasi yang sangat memprihatinkan dan perlu segera diatasi,” tegasnya.
Untuk menjawab tantangan ini, Herman berharap pemerintah pusat, melalui Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), segera melakukan intervensi. Ia mengusulkan agar skema pinjaman mikro dan supermikro yang mudah diakses oleh petani dan buruh tani segera diciptakan, guna mengurangi ketergantungan mereka pada pinjol dengan bunga mencekik.
“Jika masalah ini tidak segera ditangani, maka kita akan menghadapi potensi masalah sosial yang lebih besar, mengingat indeks gini kita yang sudah berada pada level lampu kuning,” tambahnya.
Selain persoalan pinjol, pertanian Jawa Barat juga dihadapkan pada tantangan lain, seperti alih fungsi lahan pertanian dan anomali cuaca yang mengancam produktivitas padi. Untuk tahun 2024, Jawa Barat menargetkan produksi 11 juta ton gabah kering giling (GKG), lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang mencapai 9,14 juta ton GKG.
Rapat Koordinasi TPIP dan TPID seluruh Pulau Jawa ini digelar dengan tujuan untuk mendorong kinerja ekonomi yang lebih kuat dan berdaya tahan, dalam rangka mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional. Acara yang digagas oleh Bank Indonesia dan dihadiri oleh perwakilan pemerintah pusat serta daerah ini mengusung tema “Strategi Peningkatan Produktivitas Pangan di Tengah Alih Fungsi Lahan dan Anomali Cuaca.” Rakor ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk mendiskusikan strategi inovatif serta mencari solusi guna meningkatkan produktivitas pangan di Pulau Jawa secara berkelanjutan.