ERASUMBU COM — Isu pencemaran udara di Jakarta berimbas ke Kota Bandung. Perhatian kualitas udara di kota Bandung kini sudah masuk kualitas sedang atau naik satu level lagi menyentuh angka kualitas tidak sehat.
Menurut Kepala Seksi Pemantauan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Iren Irma Muti, tingkat polusi udara Kota Bandung memang cukup tinggi, tapi masih dapat diterima manusia.
“Meski begitu, ini tetap menjadi perhatian kita karena jika dibiarkan makin lama bisa menuju ke arah tidak sehat. Saat ini statusnya sedang berdasarkan indikator partikulat PM 2,5,” ujar Iren dalam keterangannya seusai Bandung Menjawab, Kamis (24/8/2023).
Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di Kota Bandung, kata Iren, berada di angka 51-99. Posisi ini berada di ambang batas sedang.
Penyebab kualitas udara menurun akibat 70 persen dikarenakan gas emisi transportasi. “Sisanya berasal dari rumah penduduk seperti pembakaran sampah. Ada juga dari cerobong pabrik, cerobong genset dan lainnya,” paparnya.
Salah satu upaya yang dilakukan DLHK Kota Bandung lagi-lagi menggalakan penanam pohon. Pasalnya hanya tanaman yang bisa menghasilkan oksigen. Begitu pun gerakan bike to work bagi ASN harus masif dijalankan sekurang-kurangnya seminggu sekali.
“Ke depan juga akan ditingkatkan melalui rekan-rekan Dinas Perhubungan penggunaan kendaraan masal. Berbagai upaya juga sudah kita lakukan seperti menguji emisi kendaraan bermotor untuk penerapan kawasan emisi bersih itu sudah cukup signifikan,” akunya.
Ia menjelaskan, pihaknya terus menggaungkan kawasan emisi bersih. Program tersebut merupakan inisiasi pemilik kawasan untuk menjadikan lahan parkirnya bebas emisi.
Artinya kendaraan yang boleh parkir di kawasan tersebut harus yang lulus uji emisi dan ini harus diperbaharui setahun sekali.
“Jadi kalau ada kendaraan yang stikernya sudah tidak berlaku atau tidak memiliki stiker tidak diperbolehkan masuk ke kawasan emisi bersih,” ucapnya.
Selain itu, Iren mengimbau agar masyarakat baiknya menghindari tempat-tempat ramai yang banyak polusinya. Serta senantiasa memperbanyak minum air putih.
ISPA tidak naik
Sementara itu, Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Sony Adam memaparkan, dari data kesehatan 6 bulan yang lalu sampai sekarang, penyakit ISPA di Kota Bandung tidak ada kecenderungan untuk naik.
“Ini sesuai dengan level yang masih bisa diterima manusia. Namun demikian, kita harus waspada karena jika naik satu level lagi, ini akan ada pada kondisi yang tidak sehat,” ungkap Sony.
Menurutnya ada beberapa langkah yang bisa diterapkan untuk mengurangi polusi di antaranya kurangi berkendara pribadi. Selain itu bisa juga dengan menanam pohon. Dinas terkait pun terus memantau kadar emisi kendaraan sehingga kalau tinggi akan ada rekomendasi yang diberikan.
“Secara individu bisa ditangani dengan memakai masker, menutup saluran pernapasan dengan sapu tangan atau masker manakala ada polusi yang mendadak tinggi,” katanya.
Jika seseorang terpapar udara tercemar, Sony menuturkan, respon pertama yang akan terjadi adalah batuk atau bersin. Ada pula yang matanya menjadi merah. Kemudian pada beberapa individu ada yang mengalami iritasi kulit.
“Tapi yang paling sering itu batuk dan bersin karena memang bagian dari mekanisme pertahanan tubuh,” ucap Sony.
Berbicara mengenai dampak dari pencemaran udara, Sony mengaku jika derajat kesehatan individu seseorang itu dipengaruhi oleh empat faktor. Pertama karena lingkungannya, termasuk dalam hal ini adalah polusi udara. Kedua, perilaku manusia.
“Faktor ketiga adalah pelayanan kesehatan. Lalu faktor keempat adalah genetika. Lingkungan berpengaruh 45 persen, perilaku manusia 30 persen, pelayanan kesehatan 20 persen, dan genetika 5 persen,” imbuhnya.