Bandung, Erasumbu,- Pemerhati lingkungan mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar menyiapkan tempat pengolahan sampah di Masjid Al Jabbar yang terletak di kawasan Gedebage, Kota Bandung. Hal ini mengingat produksi sampah dari pengunjung diprediksi akan banyak.
Pemerhati lingkungan, Micky Fachrul, merasa khawatir dengan produksi sampah dari Masjid Al Jabar. “Ini seiring dengan daya tampung masjid yang mencapai 20 ribu jamaah. Apalagi ini kan jadi daya tarik wisatawan, pasti pengunjungnya akan banyak,” kata Micky Fachrul yang juga politisi Partai Gelora (Gelombang Rakyat) Jawa Barat, di Bandung, Kamis (12/1).
Sebagai contoh, lanjutnya, saat peresmian Masjid Al Jabar, sampah dari para pengunjung mencapai 1,9 ton. “Informasi dari berbagai berita, sampahnya mencapai 1,9 ton saat peresmian,” ujarnya.
Jika diasumsikan dalam setiap harinya menghasilkan 380 kilogram (20% dari jumlah saat peresmian) sampah, menurutnya akan menimbulkan persoalan jika tidak ditangani dengan baik. Terlebih, lanjut Micky, saat ini produksi sampah Kota Bandung mencapai 1.500 ton per hari yang semuanya dibuang ke TPA Sarimukti.
Pada sisi lain, tambah dia, daya tampung dari TPA Sarimukti sudah tidak memadai mengingat tempat tersebut digunakan juga untuk menampung sampah dari kawasan Bandung Raya lainnya. “TPA Sarimukti sudah melebihi kapasitas. Daya tampung 2 juta ton, tapi saat ini sampahnya sudah mencapai 14 juta ton,” ujarnya.
Oleh karena itu, Micky berharap Pemprov Jawa Barat menyiapkan tempat pengolahan sampah khusus Masjid Al Jabar. Menurutnya hal ini sangat memungkinkan jika adanya kemauan dari otoritas dalam hal ini pemerintah tersebut.
“Syukur-syukur jika bisa yang teknologinya bagus. Tapi jika yang biasa juga tidak masalah, asalkan mampu mengolah sampah dari Al Jabar, sehingga sampah itu tidak perlu dibuang ke TPA,” katanya.
Terlebih, kata dia, Masjid Al Jabar memiliki luas 25 hektare sehingga salah satu bagiannya bisa digunakan untuk tempat pengolahan sampah. “Dari lahan seluas itu, harusnya bisa untuk tempat pengolahan sampah sendiri. Asal ada kemauan,” katanya.
Tak hanya itu, tambah dia, dari sisi anggaran pun seharusnya tidak menjadi persoalan. “Itu kan biaya (pembangunan) total Rp1,2 triliun. Harusnya bisa untuk pengolahan sampah. Karpetnya saja bisa yang mahal, dari Turki. Kenapa tidak mau untuk membuat tempat pengolahan sampah. Artinya tinggal dari kemauan,” katanya.
Terlebih lagi, lanjut Micky, adanya pengolahan sampah sendiri merupakan bagian dari syiar Islam. “Seperti yang sering kita dengar, kebersihan sebagian dari iman,” katanya.