ERASUMBU.COM, BANDUNG – Praktik mafia pertanahan di Indonesia dapat digagalkan oleh lembaga peradilan yang kredible. Ini pula yang terjadi pada lahan SMAK Dago Bandung, PT Graha Multi Insani (GMI) sebagai pemilik lahan SMAK Dago Bandung yang sah secara hukum yang berlaku.
Diketahui, beredar kabar tentang ratusan orang dari ormas Paskibar Laskar Kiansantang menduduki dan menyerobot lahan SMAK Dago, Bandung sejak Sabtu malam, (27/7/2024). Namun, kabar tersebut perlu diluruhkan oleh pemilik sah SMAK Dago, PT Graha Multi Insani SMAK Dago.
“Perusahaan telah menerima pelepasan hak dari Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) berupa satu bidang tanah seluas kurang lebih dua Hektare yang terletak di Jl. Ir. H. Juanda No. 93, Kota Bandung berdasarkan Akta Pelepasan Hak No. 07 tanggal 13 April 2015 yang dibuat di hadapan Kristi Andana Yulianes, SH., Notaris di Bandung,” kata Kuasa hukum PT Graha Multi Insani, Hendri Sulaeman, Senin (29/7/2024).
Menurut Hendri Sulaeman, PLK sebelumnya adalah pemilik yang sah secara hukum atas tanah, berdasarkan putusan-putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (baik secara perdata maupun tata usaha negara). Putusan itu dimulai sejak tahun 1997 dan sejak tanggal 16 November 2021 melalui peninjauan kembali telah dinyatakan secara detail bahwa PLK adalah pemilik tanah yang sah, dengan batas-batas yang semakin jelas.
Lebih lanjut Hendri Sulaeman menjelaskan, terhadap penetapan PN Bandung No.50 tanggal 27 Agustus 2021 yang menunda pelaksanaan eksekusi dikarenakan adanya proses PK yang dilakukan oleh BPSMK telah dinyatakan tidak berkekuatan hukum melalu proses bantahan yang dilakukan BPSMK
Sehingga menurut Hendri Sulaeman dengan demikian proses eksekusi dapat dilaksanakan tanpa harus menunggu PK, walaupun pada akhirnya Putusan PK melalui Putusan MARI Nomor 675 PK/Pdt/ 2021 Tanggal 24 November 2021 semakin memperkuat posisi PLK sebagai pemilik Tanah yang sah secara hukum.
“Perusahaan lalu menugaskan organisasi masyarakat Paskibar Laskar Kiansantang untuk menghindari adanya penyerobotan tanah dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan dan tidak memiliki dasar hukum yang sah dan dapat dibenarkan secara hukum,” tegas Hendri Sulaeman.
Hendri Sulaeman mengungkapkan, salah satu upaya penyerobotan dilakukan pada tanggal 28 Juli 2024 sekitar pukul 14.00 WIB oleh organisasi masyarakat Bandung Fighting Club (BFC) dan Baladhika Karya Jabar yang membawa ratusan massa dengan mengatasnamakan BPSMKJB. Padahal mereka sebelumnya secara tidak sah menguasai tanah SHGB atas nama BPSMK karena telah dibatalkan BPN sejak 2019 sesuai putusan TUN. BPSMK juga diperintahkan oleh putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap sejak tahun 1997 untuk mengosongkan tanah beserta bangunan yang disewanya dari PLK dalam kurun waktu 1978-1988.
SMAK Dago
Sementara, Kuasa Hukum SMAK Dago, Benny Wulur menyayangkan pengerahan massa tersebut. Menurutnya, mereka mengklaim sudah memenangkan kasus di tingkat Peninjauan Kembali (PK).
Seperti diketahui kasus bermula pada 2011 ketika Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) yang mengaku sebagai kelanjutan atau penerus dari Perkumpulan Belanda Het Christelijk Lyceum (HCL).
Pada zaman penjajahan Belanda dulu, perkumpulan ini adalah pemilik lahan SMA Kristen Dago di Jalan Ir H Djuanda Nomor 93, Kota Bandung.
Setelah aset bekas Belanda dinasionalisasi, termasuk SMAK Dago, maka lahan tersebut menjadi milik negara.
Yayasan Badan Perguruan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (BPSMK-JB) mengklaim telah membeli lahan dari negara secara resmi.
Lahan SMAK Dago ditempati sejak 1952 hingga sekarang, Yayasan lalu mengajukan permohonan sertifikat tanah atas lahan itu.
Sertifikat tanah pun terbit atas nama Yayasan. PLK lalu mengajukan gugatan pembatalan sertifikat tanah atas nama Yayasan BPSMK-JB ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
Versi PLK, Yayasan BPSMK-JB menyewa lahan dari pihaknya sejak 1974 hingga masa sewa berakhir. Namun sewa berakhir pada 1988, yayasan tidak mengembalikan maupun mengosongkan lahan itu.
Untuk membatalkan sertifikat tanah atas nama yayasan itu, PLK menggunakan alat bukti Akta Notaris Resnizar Anasrul SH MH Nomor 3 tanggal 18 November 2005.**